Jogjakarta yang di selimuti mendung, siang ini pekerjaanku belum tuntas juga karna masih menunggu konfirmasi sesorang. Karna otakku sudah tak bisa diajak untuk memikirkan tentang pajak2 yang penuh angka itu, akhirnya aku buka buku yang aku bawa tadi pagi dari rumah. Buku bersampul hitam bergambarkan ukiran yang sudah mulai usang dimakan usia, cetakan II Syawal 1407/Juni 1987, di terjemahkan dari buku Asrar ash-Shalah wa Muhimmatuha (Rahasia-rahasia Shalat), karangan Al Ghazali, terbitan Dar at-Turats al-‘Arabiy, Cairo Mesir.
Aku mendapatkan buku ini dari rak buku rumah nenekku, aku rasa ini milik tanteku yang sekarang tinggal di Solo. Mari bernbagi, kali ini aku membaca Keutamaan Salat Berjama’ah (aku sendiri belum bisa mempraktekkannya dalam setiap shalatku).
Sabda Nabi s.a.w:
“Salat jama’ah lebih utama daripada salat sendirian, sebanyak dua puluh tujuh derajat (tingkatan).“
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. pernah menanyakan tentang beberapa orang yang sering tidak menghadiri salat jama’ah bersama beliau, dan beliau bersabda: “Hampir-hampir aku memerintahkan seseorang untuk mengimami salat, agar aku dapat pergi ke tempat orang-orang yang sering tidak menghadiri salat jama’ah itu, untuk membakar rumah-rumah mereka,”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“…agar aku dapat pergi ke tempat orang-orang yang sering tidak menghadiri salat jama’ah, lalu memerintahkan agar rumah -rumah mereka dibakar dengan kayu bakar. Seandainya seseorang dari mereka mengetahui akan mendapat sepotong daging berlemak atau dua anak panah (sebagai hadiah) untuk para pengujung salat jama’ah (di masjid Nabi s.a.w.), niscaya ia akan memerlukan datang salat Isya’ di masjid .”
Usman meriwayatkan secara marfu’ (yakni, ia menisbahkan ucapan ini kepada Nabi s.a.w.): “Barangsiapa menghadiri salat jama;ah Isya’ (di masjid), seakan-akan ia bertahajjud setengah malam, dan barangsiapa menghadiri salat jama’ah Subuh, seakan-akan ia bertahajjud semalam suntuk,”
Sabda Nabi s.a.w. : “Barangsiapa mengerjakan salat berjama’ah, maka ia telah mengisi-penuh tubuhnya dengan ibadah,”
Berkata Said bin Musayyab: “Selama dua puluh tahun, saya selalu berada di masjid, ketika muazin menyerukan azannya,”
Bekata Muhammad bin Wasi’: “Tidak ada lagi yang kuinginkan dari dunia , kecuali tiga hal: 1. Seorang saudara yang, bila aku menyeleweng, segera meluruskanku. 2. Rizki sekadarnya yang datang tanpa susah payah dan tanpa memberatkan tanggung jawab. 3. Salat berjama’ah, yang diampuni bagiku kekurangan di dalamnya, sementara dicatat bagiku pahalanya,”
Diriwayatkan bahwa Abu Ubaidah bin Jarrah sekali waktu mengimami salat dan, ketika selesai, berkata: “Setan terus-menerus menggangguku tadi, sehingga akhirnya berhasil membuatku mengira diriku lebih utama dari orang-orang lain. Sejak saai ini, aku tidak akan lagi mau menjadi imam untuk selama-lamanya,”
Berkata Hasan al-Basri: “Jangan kalian bersalat di belakang seseorang yang tidak sering-sering mendatangi para ulama.”
Berkata an-Nakhai: “Perumpamaam Seorang yang mengimami salat tanpa ilmu yang dimilikinya adalah seperti seorang yang menakar air dalam lautan. Ia tidak akan mengetahui lebih atau kurangnya.”
Berkata Hatim al-‘Asham: “Pernah, aku ketinggalan salat berjama’ah dan tidak seorang pun mengucapkan ta’ziyah (bela sungkawa) kepadaku, selain Abu Ishak al-Bukhari. Sekiranya seorang anakku meninggal dunia, niscaya lebih dari sepuluh ribu orang mengucapkan ta’ziyah. Sebabnya, musibah agama, bagi kebanyakan orang, jauh lebih ringan daripada musibah dunia.”
Berkata abdullah bin abbas: “Barangsiapa sampai kepadanya suara muazin, dan dia tidak memenuhi panggilannya (tidak datang ke masjid unutk bersalat jama’ah), maka, orang itu tidak menginginkan kebaikan dan tidak pula diinginkan kebaikan baginya.”
Berkata abu Hurairah: “Seandainya dituangkan cairan timah panas ke telinga, hal itu masih lebih baik daripada mendengar seruan azan dan tidak memenuhinya.”
Diriwayatkan, Maimun bin Muhran datang ke masjid, lalu dikatakan kepadanya: “Orang-orang telah selesai salat,” Maimun mengeluh: “Inna lillah wa inna ilaihi raji’un. Sungguh, salat ini lebih kusukai daripada memperoleh jabatan sebagai wali negeri Irak.”
Sabda Nabi s.a.w. :
“Barangsiapa mengerjakan salat-salatnya selama empat puluh hari dalam jama’ah, tidak ketinggalan satu takbiratul ihram pun, maka Allah SWT akan menuliskan baginya dua kebebasan: kebebasan dari kemunafikan dan kebebasan dari api neraka,”
Dikatakan, kelak, pada Hari Kiamat, ada sekelompok orang yang dibangkitkan dalam keadaan wajah-wajah mereka laksana bintang gemerlapan. Malaikat akan betanya kepada mereka: “Apa gerangan amal-amal kalian?” dan mereka akan menjawab: “Kami dahulu, apabila mendengar azan, segera bangkit untuk berwudhu, tak suatu pun menyibukkan kami darinya,” Kemudian, akan dibangkitkan sekelompok lainnya, wajah-wajah mereka laksana bulan purnama, dan setelah ditanya, mereka akan berkata: “Kami selalu berwudhu sebelum masuk waktu salat.” Kemudian, dibangkitkan pula sekelompok lainnya, wajah-wajah mereka laksana matahari, dan mereka akan berkata, “Kami selalu mendengar azan di masjid.”
Diriwayatkan, para salaf (orang-orang terdahulu) biasa ber ta’ziyah kepada diri mereka sendiri selam tiga hari, setiap kali mereka ketinggalan takbir pertama, dan ber ta’ziyah selama tujuh hari, apabila ketinggalan salat jama’ah.
Subhanallah,, semoga menambah ketaatan kita dalam salat. 🙂